Monday, August 6, 2012

Berburu Sesajen Jatah Dewa

Berdesak dan terburu naik ke kawah Bromo cukup lumrah terjadi jika berkunjung ke Upacara adat Kasada. Ratusan warga beramai ramai melangkahkan kaki seribu kali menggotong ongklek-ongklek cantik, sesajen yang dirangkai indah untuk kemudian dilempar begitu saja ke dalam kawah. Karena larung sajen dimulai menjelang ufuk, pandangan mata sangat terbatas sekali. Jarak pandang pun menjadi sangat pendek sehingga perlu berhati hati agar tidak celaka dari ketinggian kawah 2392 dpl ini. 



Sesampainya dipuncak desakan warga dan ratusan pengujung juga awak media pun tak terhindarkan. Ketika lampu video dan flash kamera media mulai menyala terarah ke larung yang dilempar ke dalam tebing kawah,terlihat pemandangan yang cukup mencengangkan. Diantara desakan ratusan manusia di tepi tebing kawah bromo, ratusan warga tengger malah berada di dalam bibir kawah untuk berburu sesajen terbang. Dengan semangat perjuangan (untuk hidup) ratusan warga baik pria, wanita, anak, dan orang berumur berebut sesajen yang bertebaran yang terlempar dari atas bibir kawah. 



Dengan tangkas beringas tangan kanan membawa tongkat berujung jala untuk menangkap lemparan sesajen. Kaki kaki yang dibungkus sepatu boot dengan lincah melompat membantu gapai an tangan menjala ayam yang dilempar warga. Berbagai tangkapan hasil ‘menjala’ di kawah dikumpulkan bersama oleh satu kelompok, semacam ada organizer yang mungkin berasal dari bagian keluarga sendiri. Ayam yang didapat tadi diikat kakinya supaya tak jauh jauh pergi,mungkin hendak disembelih nanti malam. Satu ekor ayam lihai lepas karena talinya tak kuat dan menimbulkan kepanikan ratusan orang di dalam kawah. Panik karena hasil tangkapannya lepas, atau panik untuk merebut ayam yang bagaikan layang-layang tak berbenang. Mungkin toleransi, dan mungkin juga rasa saling mengerti yang akhirnya melerai debat kecil asal usul ayam tak berbenang itu. Konsentrasi pun kembali pada koin koin recehan dan beberapa lembaran uang yang melayang layang menghindari tangkapan jala seakan ini perayaan lomba tangkap kupu kupu kertas ber-nominal. 

Sempat penasaran dan bertanya dalam hati, sesajen yang ditujukan pada Dewa tak sampai ke kawah, namun malah menghujani warga nekat pemberani dengan rejeki kecil-kecilan atau besar-besaran. Ketika seorang ibu dengan doanya yang tulus mengeluarkan sayuran dalam tas plastik transparan, seorang laki laki berjaring mencegahnya,menawarkan pertolongan untuk melempar. Wanita paruh baya sempat menolak namun karena tempat yang sempit akhirnya terlemparlah sayuran itu oleh tangan kiri pria tersebut melayang rendah menuju jaring di tangan kanannya. Berahir sudah, telah sampai tujuan sayuran cantik segar itu bisa dimasak nanti malam. Wanita paruh baya itu hanya minta doa kepada pria cerdik tersebut supaya dilancarkan rejeki dan panennya.

Kawah tampak tenang, tetap cool saja dan bahkan lebih tenang dari biasanya. Tak protes tak sakit hati jika jatah koin, duit kertas, beberapa batang rokok, ternak, dan sayuran diambil, toh Bumi juga baik hati semuanya diberi untuk manusia. Digali dan disakiti macam apapun Bumi tak marah, tak tahu lagi dewa penciptanya apakah bisa lumrah dengan lika liku belut manusia yang licin dari dari genggaman aturan. Bapak cerdik tadi rupanya sudah pintar berbisnis, ada juga profesi makelar doa, entah itu pajak pungutan liar atau masuk ke kas kotak doa dewa. Mungkin cuma pajak kecil, sayuran pelicin, toh doa si wanita paruh baya itu tetap didengar Dewa yang ndak doyan sayuran. Semoga lancar panen dan rejeki musim depan bagi seluruh warga Tengger! Salam!



NB: Parman duduk duduk santai tiba tiba dapat kurma dan rokok :)