Tuesday, May 1, 2012

Kerutan Wajah Tua Budaya Indonesia.


Gempa gempita lifestyle dan budaya modern yang merebak luas di kalangan masyarakat  tentunya mengakibatkan pergeseran dan erosi internal budaya nusantara. Gaya hidup kebarat-baratan atau modern yang dibilang up-to-date tentu akan lebih menarik untuk diikuti oleh kalangan masyarakat terutama para remaja yang sedang ‘galau’ mencari mode. Predikat ‘keren, cool, dan gaul’ pun akan menempel seperti perangko pada  western lifestyle daripada budaya kita sendiri yang bahkan dianggap ‘katrok, kuno, atau ndeso’. Hal tersebut tak lepas dari pemberdayaan budaya tradisional Indonesia yang pergerakanya kurang ‘surface’ atau lebih ‘underground’ dalam artian tanpa publikasi yang memadai sehingga usaha perberdayaan tradisional tersebut kurang diketahui. Masyarakat pun banyak yang berlari mengejar ide-ide ke-kerenan dan ke-gaulan yang lebih assoyyyy sebagai identitas untuk bergaul dengan sesama kawula muda. Jika kita cermati, pergerakan publikasi sanggar atau grup seni tari di kampung kampung lebih banyak dilakukan secara oral atau dari mulut ke mulut. Tak heran kalau anggota sanggar rata-rata berasal dari sekelumit orang di sekitar sanggar tersebut karena ‘senjata’ publikasi masih menggunakan media tradisional penyebaran folklore yaitu dari mulut ke mulut.





monolog dengan keluhan.


Malam ini aku ndak bisa turu
Kamu diam saja disitu dimeja kamarku
Terpenjara rapi dalam bingkai murahan
yang kubeli tiga tahun lalu

Kamu tau ndak,nyamuk nyamuk disini lagi arisan
Menunggu aku tidur untuk sarapan
Ada yg main serobot guatel, gak sopan!!

Eh Tuan mana Tuan
Padahal aku dulu minta kamu
Dikirim cantik rupawan
Yang nyampai disini cuma fotomu
Sedangkan sisanya rapi terbungkus
dibawah batu nisan